Jumat, 03 Mei 2013

Tak Terima Dikartu Kuning, Pesepakbola Hajar Wasit Sampai Koma


Hari Jumat (3/5/2013) ini Ricardo Portillo mestinya sedang bergembira merayakan ulang tahun ke-16 putri bungsunya. Tetapi sebaliknya wasit sepakbola itu malah terbujur koma.

Kondisi Portillo (46 tahun), yang dirawat di Intermountain Medical Center, saat ini sedang kritis akibat pembengkakan di bagian otak. Dr. Shawn Smith yang bertugas merawatnya menyebut, kepulihannya saat ini belum dapat dipastikan.

Laporan kepolisian menyatakan bahwa Portillo, yang sudah bertahun-tahun menjalani profesi wasit di Utah, mendapatkan cedera serius tersebut setelah dihajar seorang pesepakbola berusia 17 tahun, di dalam sebuah laga persahabatan akhir pekan lalu. Saat itu remaja tersebut tampaknya tidak puas dengan keputusan Portillo yang mengganjarnya dengan kartu kuning menyusul sebuah pelanggaran.



Remaja tersebut kini sudah mendekam lembaga rehabilitasi atas tindak penyerangan. Ia bisa dikenai pasal pelanggaran lebih berat jika Portillo sampai menghembuskan nafas terakhirnya.

"Ini sangat berat... ini meluluhlantakkan keluarga kami," kata putri sulung Portillo, Johana (26 tahun), seperti diwartakan The Salt Lake Tribune.

"Orang itu (sang pelaku) sudah membuat kami sangat merana... Kami mengharapkan ada keajaiban dan ia (Ricardo Portillo) baik-baik saja," harapnya.

Merujuk pada laporan polisi dan detektif yang disampaikan ke pihak keluarga, Johana mengisahkan bahwa ayahnya mendapat pukulan di bagian sisi kepala ketika ia sedang menulis nama pelaku usai memberinya kartu kuning.

Akibat hantaman tersebut Portillo langsung merasa pusing, terduduk, lalu mulai muntah darah. Petugas medis dipanggil dan Portillo, yang tinggal di Salt Lake City, langsung dilarikan ke rumah sakit.

"Aku cuma ingin keadilan untuk ayahku dan kami akan mendapatkannya," kata Johana. Ia menambahkan kalaupun nanti si pelaku dibui seumur hidup, "itu takkan membuat ayahku hidup kembali."

Johana melanjutkan, ini bukanlah kali pertama ayahnya mendapat cedera ketika mewasiti sebuah laga sepakbola. Lima tahun lalu tulang rusuk ayahnya patah, dan tiga tahun sebelum itu kakinya yang patah. Cedera itu disebutkan terjadi karena keributan, kendati tidak jelas siapa pelakunya saat itu.

Ketika ditanya apakah kekerasan lazim terjadi dalam laga sepakbola di sana, Johana mengangguk. Saudara iparnya, Pedro Lopez, yang juga menekuni profesi wasit, pun menyetujui.

"Orang-orang ikut terlibat. Itu tidak adil. Kita di sana untuk bersenang-senang, bukannya saling membunuh," tutur Johana sendu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar